BENGKUNG DAN MAMENGKUNG
BENGKUNG dan MAMENGKUNG Dari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Bahasa Bali, beberapa hal yang menarik, saya dokumentasikan dalam sebuah catatan kecil, catatan kecil itu saya ‘tuangkan’ di sosial media (saya sering memberi hashtag #ELKOPEDIA atau JOVELLAPEDIA), ada juga yang terdokumentasi dalam bentu audio , menjadi sebuah ‘insert’ pendek, berdurasi sekitar 2 – 3 menit, dan disiarkan hampir tiada henti di 96.9 ELKOGA Radio Bali. Buat yang sering denger Radio ‘Acik’ ini tentu sudah terbiasa dengar “ Buka Babakan Pule”, “Buka Bacica Ujanan”, “Sengauk a Grobag”, “Buka Bantenne Masorohan” , dll, hehe… iya kan? Kali ini, tiba-tiba saja kepingin nulis tentang kata bengkung atau mamengkung . Ide penulisan ini dilatarbelakangi sebuah fenomena, ketika masyarakat kita banyak sekali yang bengkung atau mamengkung. Di jalan raya misalnya (menerobos lampu merah, tidak pakai helm), di sekolah (siswi pakai rok pendek, siswa berambut gondrong), di tempat suci (tetap saja mamengkung me