Saya, Pan Godogan & Ceritera Tentang Sapi

Matahari sepertinya lelah bersinar,  hari telah sore, ronanya memudar. Seketika warna merah tembaga menyeruak dilangit, memantul di sela-sela rindangnya pepohonan  dan sapi-sapi saya di kandang.

Seseorang datang ke kandang. Pan Godogan, demikian saya biasa memanggilnya karena badannya yang seperti godogan (kodok). 

“Eh ada apa Pan Godogan?” Tanya saya. Pan Godogan adalah teman bisnis kami sesame peternak sapi dari Desa Abian Base, desa tetangga.

“Kok sapi-sapi tiyang belum-belum bunting juga ya, boleh pinjam pejantan disini ? “ katanya malu-malu sambil ngurut-ngurut perutnya yang buncit
“Oh… jangan Pak, bawa saja sapi-sapi Bapak kesini, biarkan mereka kawin secara alamiah di sini, “ saya menawarkan solusi
Pan Godogan setuju. Kami bikin kesepakatan, mulai besok sapi-sapi Pan Godogan akan diboyong pake truk ke kandang kami, jam 6 pagi.

Keesokan paginya Pan Godogan telah mengangkut sapi-sapinya ke kandang kami. Terjadilah perkawinan masal antara sapi-sapi  Pan Godogan dengan sapi-sapi jantan kami.
Sekitar jam tujuh ‘pertarungan’ selesai. Pan Godogan pamit dan mengangkut sapi-sapi  kembali pulang. 

“Ohya…, gimana tanda-tandanya kalau sapi-sapi saya sudah mulai bunting?” tanya Pan Godogan sebelum nginjak gas pedal truknya.
“Oh…, gampang Pak, besok sekitar jam 5 pagi, liatlah sapi-sapi Bapak di kandang, kalo sapi-sapi tersebut muntah-muntah, pertanda dia mulai bunting” jawab saya
“OTRE…..” demikian jawaban Pan Godogan dengan mata berbinar. “Ah…. gaul juga Bapak ini, pakai bahasa anak muda zaman sekarang segala” saya membatin.

Keesokan harinya, sekitar jam 5 pagi, Pan Godogan nelpon, komplin sama saya. Tidak satu ekor pun sapinya yang muntah-muntah. Saya suruh Pan Godogan bawa lagi sapi-sapi betinanya ke kandang lagi. Saya juga bilang kadang-kadang ada sapi yang baru bisa bunting pada hari ke-7.

Hari ke-2, hari ke-3 sampai hari ke 6, tetap saja dengan tekun Pan Godogan mengantar sapi-sapi betinanya untuk dikawinkan dengan sapai-sapi jantan kami.

Pada hari ke-7 pagi-pagi sekali Pan Godogan sudah bangun. Dia gusar….. tidak berani melihat sapi-sapinya di kandang, khawatir kalau sapai-sapi betinanya tidak ada perubahan, sama saja, tidak muntah-muntah. Dia minta tolong sama istrinya Men Sukri,  untuk ngintip sapi-sapinya di kandang. Apakah ada sapi yang muntah-muntah?

Men Sukri  menghampiri  Pan Godogan yang masih gusar duduk di balai-balai.
“Kenken Me?” (“ Gimana Bu apa ada perubahan?”)tanya Pan Godogan sambil megangin dadanya yang berdebar-debar. Pan Godogan sudah tidak sabar lagi pingin tahu perubahan sapi-sapinya”

“Wah…..ruarrrrr biasa perubahan sapi-sapi kita Pak” kata Men Sukri
“gimana-gimana, gimana….?” Pan Godogan matanya berbinar
“tanpa dikomando lagi sapi-sapi kita sudah magrudugan naik truk sendiri-sendiri, pada ngga' sabar lagi. Satu ekor malah udah pintu Truk sambil membunyikan klakson terus menerus….”

Komentar

Posting Komentar