BENGKUNG DAN MAMENGKUNG

 BENGKUNG dan MAMENGKUNG

Dari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Bahasa Bali, beberapa hal yang menarik, saya dokumentasikan dalam sebuah catatan kecil, catatan kecil itu saya ‘tuangkan’ di sosial media (saya sering memberi hashtag #ELKOPEDIA atau JOVELLAPEDIA), ada juga yang terdokumentasi dalam bentu audio, menjadi sebuah ‘insert’ pendek, berdurasi sekitar 2 – 3 menit, dan disiarkan hampir tiada henti di 96.9 ELKOGA Radio Bali. Buat yang sering denger Radio ‘Acik’ ini tentu sudah terbiasa dengar “Buka  Babakan Pule”, “Buka Bacica Ujanan”, “Sengauk a Grobag”, “Buka Bantenne Masorohan”, dll, hehe… iya kan?

Kali ini, tiba-tiba saja kepingin nulis tentang kata bengkung atau mamengkung. Ide penulisan ini dilatarbelakangi sebuah fenomena, ketika masyarakat kita banyak sekali yang bengkung atau mamengkung. Di jalan raya misalnya (menerobos lampu merah, tidak pakai helm), di sekolah (siswi pakai rok pendek, siswa berambut gondrong), di tempat suci (tetap saja mamengkung mendaki gunung, walau sudah ada larangan karena sedang ada upacara), di lingkungan, ketika disuruh memilih dan memilah sampah malah mamengkung, sampah dicampur aduk.  Banyak lagi aktifitas bengkung dan mamengkung lain yang sering kita liat, dan tentu juga sering kita lakukan, iya kan? wkwkwk…)

OK, ‘markidah alias mari kita bedah, ada apa di balik aktifitas bengkung dan mamengkung itu?

Proses pembentukan kata bengkung’ menjadi mamengkung :

  1. Kata dasar: bengkung (berarti bandel, keras kepala, atau tidak bisa diberi tahu).
  2. Sisipan ‘ng’; ketika sisipan -ng- ditambahkan, kata tersebut menjadi mengkung.
  3. Penambahan awalan ‘ma’ menjadikan kata tersebut mamengkung.

Makna Kata Mamengkung:

Dalam konteks ini, mamengkung dapat diartikan sebagai: bersikap keras kepala atau tetap kukuh pada pendirian, juga berarti bandel dalam tindakan atau sikap.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa orang menjadi keras kepala atau membandel alias bengkung dan mamengkung? Dari hasil penelusuran, mendapatkan jawaban,sbb:

1. Faktor Psikologis

  • Orang yang merasa sangat yakin dengan pendapat atau keyakinannya cenderung sulit menerima sudut pandang lain.
  • Mereka mungkin merasa bahwa mengubah pendapat atau perilaku berarti mengorbankan jati diri mereka.
  • Rasa tidak aman (insecurity) ; kadang-kadang, sikap keras kepala muncul sebagai mekanisme perlindungan diri dari kritik atau rasa rendah diri.

2. Pengalaman Hidup

  • Pola asuh ; orang yang tumbuh dalam lingkungan yang terlalu permisif (membolehkan segalanya) atau terlalu otoriter (tidak memberi ruang untuk berpendapat) sering kali mengembangkan sikap keras kepala sebagai respons.
  • Trauma masa lalu; pengalaman buruk di masa lalu dapat membuat seseorang sulit percaya pada orang lain atau enggan mengubah sikap.

3. Faktor Sosial dan Budaya

  • Pengaruh lingkungan;  orang yang berada di lingkungan dengan nilai-nilai tertentu mungkin merasa perlu mempertahankan pandangan mereka untuk diterima atau dihormati.
  • Tekanan sosial; keras kepala dapat menjadi cara melawan tekanan dari orang lain atau mempertahankan kendali.

4. Kepribadian dan Temperamen

  • Tipe kepribadian tertentu; orang dengan kepribadian dominan atau koleris cenderung lebih keras kepala karena mereka lebih fokus pada hasil dan tujuan.
  • Perfeksionisme; beberapa orang keras kepala karena mereka ingin segalanya berjalan sesuai rencana mereka.

5. Ketidaktahuan atau Kurangnya Informasi ; Kadang-kadang, orang bersikap keras kepala karena mereka tidak memiliki informasi yang cukup atau belum memahami sudut pandang lain.

6. Keinginan untuk Dihargai atau Didengar; Sikap membandel atau keras kepala juga bisa menjadi cara seseorang untuk menarik perhatian, menunjukkan eksistensi, atau meminta pengakuan dari orang lain.

Selanjutnya, adakah konsekwensi buat orang yang selalu bengkung dan mamengkung?

Jawabannya, ternayata ada ! Dalam hal / bidang apa saja?

1. Konsekuensi Sosial

  • Isolasi atau penolakan dari kelompok; orang yang terus-menerus menolak aturan atau kesepakatan bisa dianggap tidak kooperatif, sehingga dijauhi oleh teman, keluarga, atau komunitas.
  • Konflik interpersonal; ketidaksepahaman sering terjadi, terutama jika sikap keras kepala menghalangi kerja sama atau kompromi.
  • Reputasi negative; mereka mungkin dicap sebagai orang sulit, egois, atau tidak dapat dipercaya.

 2. Konsekuensi Profesional

  • Kehilangan peluang karier; di tempat kerja, ketidakpatuhan terhadap aturan dapat membuat seseorang kehilangan promosi, tugas penting, atau bahkan pekerjaan.
  • Kesulitan bekerja dalam tim; sikap keras kepala menghambat kerja sama, yang esensial dalam lingkungan kerja yang kolaboratif.
  • Sanksi disiplin; perusahaan atau organisasi sering memberikan peringatan, skors, atau bahkan pemecatan terhadap karyawan yang melanggar aturan.

 3. Konsekuensi Hukum

  • Denda atau hukuman; ketidakpatuhan terhadap hukum atau peraturan masyarakat (seperti melanggar lalu lintas, pajak, atau regulasi) dapat berujung pada hukuman.
  • Kehilangan hak tertentu; jika pelanggaran berat dilakukan, orang tersebut mungkin kehilangan hak-hak tertentu, seperti hak untuk menjalankan bisnis atau hak tinggal di suatu tempat.

 4. Konsekuensi Psikologis

  • Stres dan tekanan emosional; orang yang sering berkonflik karena keras kepala bisa mengalami stres akibat hubungan yang tidak harmonis atau tekanan dari pihak lain.
  • Rasa bersalah atau penyesalan; jika keras kepala menyebabkan kerugian atau perpecahan, perasaan bersalah bisa muncul di kemudian hari.
  • Kesulitan berkembang; menolak pandangan atau aturan yang baik dapat menghambat pertumbuhan pribadi dan intelektual.

 5. Konsekuensi terhadap Kehidupan Pribadi

  • Kehilangan dukungan dari orang terdekat; orang terdekat (seperti keluarga atau pasangan) bisa lelah menghadapi sikap keras kepala, sehingga hubungan menjadi renggang.
  • Kesepian; ketidakmampuan untuk beradaptasi atau bekerja sama membuat mereka sulit menjaga hubungan yang sehat.

 6. Konsekuensi Finansial

  • Kerugian ekonomi; pelanggaran aturan, seperti membayar denda atau kompensasi, dapat menyebabkan kerugian finansial.
  • Kehilangan peluang usaha; dalam bisnis, ketidakmauan mengikuti regulasi atau standar dapat menyebabkan kehilangan mitra atau pelanggan.

Contoh Nyata:

  • Dalam kehidupan sehari-hari: Menolak memakai helm saat berkendara bisa berujung pada kecelakaan atau denda.
  • Dalam pekerjaan: Tidak mengikuti prosedur keselamatan di tempat kerja dapat menyebabkan kecelakaan serius.
  • Dalam hubungan: Mengabaikan kesepakatan bersama dengan pasangan dapat merusak kepercayaan.

Begitulah,  yang awalnya sebuah sikap bengkung saja, lama-lama menjadi mamengkung  yaitu upaya menjaga eksistensi agar tetap menjadi bengkung. Kalau sudah begini (proses dari bengkung menjadi mamengkung) maka tingkatan dari hal-hal yang ideal, sperti: nasihat, saran, petunjuk, himbauan, perintah, kesepakatan, perjanjian, keputusan, bisama, pararem, awig-awig sampai hukum positif akan disambut dengan sikap pembangkangan, pelanggaran, pelecehan, bahkan perlawanan. Ingin rasanya ‘ngetok palanya’ agar bisa lebih cair dan tidak ‘kaku jengkang’.

Hehe…cukup panjang ya ?, yakin kok kalau sahabat pembaca pasti lelah menyimak, bisa jadi baru beberapa alenia terlewati, langsung STOP baca.

Jangan terlalu seriuslah…, keep smiling !

 

Komentar