Etape Terakhir Dalam Hidup
Dari kiriman seorang teman pada sebuah grup WA saya
mendapatkan video pendek, tentang sepasang orang tua yang numpang hidup sama
anak (& menantu) di sebuah kota. Si menantu
menyampaikan keluh kesah kepada suami, bahwa semenjak ke dua orang tua bersama
mereka, rumah dan kamar mandi menjadi kotor, meja makan berantakan karena
ceceran makanan, ke dua orang tua ini juga sudah tidak kuat lagi mengerjakan pekerjaan
ringan. Mereka merasa sebagai pasangan yang terkungkung, terbebani, tidak bebas
lagi menikmati hidupnya.
Kondisi
keluhan ini pun akhirnya dirasa oleh pasangan orang tua ini. Suatu saat ketika rumah
sepi mereka pamit memutuskan kembali ke kampung halaman. Mereka meninggalkan pesan-pesan
dalam sepucuk surat.
- Bersabarlah sama kami yang semakin menua, sudah tidak segesit dulu. Kami tentu tidak ingin seperti ini, siklus kehidupan menjadi ‘tua’ telah merubah kami menjadi orang yang sering cerewet, kadang lupa ngomong sudah sampai dimana, ngelantur, mengulang-ulang omongan. Semoga kalian berdua bisa memahami, jangan marah kepada kami. Sebenarnya hanya untuk kebaikan kalian.
- Bila ada waktu, kunjungilah kami di desa, ajak juga anak-anakmu. Bila cuaca cukup cerah, ajaklah kami jalan-jalan, biarkan kami bisa ngobrol sesama teman tua kami. Walaupun kami sudah tua, kesulitan hidup tidak akan menghancurkan kami . Yang kami inginkan bukan barang dan uang. Kami masih bisa belajar seperti anak kecil lagi….Pesan-pesan tersebut seolah-olah memberi isyarat, gambaran tentang ‘diri saya’ kelak (mungkin juga anda yang seumuran saya) ketika akan memasuki ‘etape terakhir’ dalam hidup ini. Barangkali saja saat ini kita berada pada posisi di etape pertengahan. Masih kuat secara fisik dan mental. Masih kuat berkarya bahkan lembur kerja sekali pun, masih cemerlang berdiskusi dan adu argumentasi, bahkan masih kuat utk ‘jual pesona’ dan berhibur diri ‘ngalih epi’ bersama teman dan relasi sampai dini hari.
Komentar
Posting Komentar