Menyusuri Jejak Para 'Ecoprinter' dan 'Natural Dye Artisan' pada Masyarat Bali Kuno

Teman, tentu pada  sudah tahu kain ecoprint dong ya? Atau malah sudah memakainya sebagai salah satu busana kebanggaan.

Kalau ditelusuri, ecoprint bukan warisan satu bangsa, melainkan hasil perpaduan pengetahuan lokal yang dilestarikan dan diperbarui secara modern.

Teknik ecoprint sebagaimana kita kenal sekarang adalah hasil inovasi kontemporer yang memadukan seni dan kesadaran lingkungan. Namun, jejak praktik dasarnya yang menggunakan tanaman untuk memberi jejak warna alami dan motif pada kain berakar dari tradisi kuno di berbagai belahan dunia.

Bagaimana di Bali? Bagaimana 'para panglingsir' kita, bahkan jauh mundur ke belakang lagi, pada peradaban era 'Bali Kuno ?'

Yuk....kita coba menelusurinya 'jejak peradabannya' (kita buka-buka 'cakepan' dari materi 'bacaan kekunoan').

Adalah tersebut Prasasti Sukawana AI (tahu kan Desa Sukawana ? Itu lho desa di Kintamani yang dinginnya minta ampun😄). Karena ini hanya bersifat informasi saja, bukan tulisan yang 'mendalam', kita 'angkat' dari prasasti ini saja (tentu ada data primer lainnya; Prasasti Pengotan, Sembiran,....).

Prasasti yang ber'angka tahun 814 Saka ini (wah abad ke 9,  kira-kira 'Gumi Bali' seperti apa kala itu ya ? hehe...) menyebutkan ada  beberapa kata penting yang saling berkaitan yang merujuk pada tata cara pengolahan benang / kain seperti kata " 'mangiket', 'mangnila', 'mangkudu', 'marundan…”.

Obya,  kegiatan pembacaan pertama terhadap Prasasti Sukawana dibaca oleh R. Goris pada tahun 1951 (R. Goris? Nah,  kalau anda misalnya pernah melintas di Jl. Goris, di Denpasar, nah....ini orangnya, orang Belanda yang getol baca-baca prasasti di pelosok Bali). Selanjutnya,  penuntasan seluruh pembacaan terhadap Prasasti Sukawana dilakukan oleh Balai Arkeologi Bali pada tahun 2012 oleh kerja tim yang salah satunya adalah 'suhu' saya Gusti Suarbhawa  😄🙏 (mohon koreksi nggih).

Kita kupas istilah itu satu-satu:
“mangnila”, kata atau istilah ini dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dapat membuat suatu benda menjadi warna biru (mewarna birukan benang /kain). Sekarang, para ecoprinter memanfaatkan  daun 'tarum' untuk menghasilkan warna biru. Indigo atau Indigovera begitu istilah umumnya. Kain yang dihasilkan punya nilai sangat 'premium' bila dibisniskan 😄

Selanjutnya kata 'mangiket', saya fikir ini adalah proses pemotipan. 'Mangiket' mengingatkan kita pada teknik pengerjaan kain 'tenun ikat' atau 'kain endek' era sekarang. Dimana benang diikat untuk membuat pola motif tertentu.

'Mamangkudu', dari kata mangkudu, atau pohon Pace, yang bau buahnya 'sengeng-sengeng' dimana gitu, di Bali disebut 'pohon tibah'. Ecoprinter atau pengrajin tenun dengan basic 'pewarna alami' memanfaatkan akar pohon ini untuk mendapatkan warna 'merah'. Kain asli 'Pagringsingan' masih memakai bahan ini. 

Lalu ada kata 'marundan', bisa jadi ini proses penggulungan / pemintalan benang untuk dijadikan 'pakan' atau 'lungsi' pada proses pembuatan kain ikat sekarang. Kata 'marundan' mengingatkan saya pada  kata 'undar' atau 'pangundaran', sebuah alat untuk menggulung benang.

Iya udah segitu dulu...., sudah cukup panjang bangets. Keberadaan atau kemampuan kita saat ini adalah proses 'copy paste' dari zaman berabad abad yg lalu. Dan, dari selembar kain alami, bukan saja tentang alat penutup tubuh, juga tentang  'seribu' ceritera dan 'misteri' dibaliknya.

Apakah anda ingin mendapatkan hal-hal unik lainnya dari saya, jangan lupa: like, coment dan share...wkwkwkw🙏🙏💕 #penutur_tradisi

Komentar

Postingan Populer